FORMULA PENGUMPUL KEKAYAAN

Selasa, 12 Januari 2010

TEORI-TEORI BELAJAR DAN PENGAPLIKASIANNYA PEMBELAJARAN

TEORI-TEORI BELAJAR DAN PENGAPLIKASIANNYA DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Berikut ini adalah beberapa teori belajar dan pengaplikasiannya dalam proses pembelajaran :
1. Behavioristik
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Teori behavioristik mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati dan diukur. Yang bisa diamati dan diukur hanyalah stimulus dan respons.
Aplikasi teori behaviorisme biasanya meliputi beberapa langkah berikut ini :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional.
2. Menganaiisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi "entry behavior" mahasiswa (pengetahuan awal mahasiswa).
3. Menentukan materi pelajaran ( pokok bahasan, topik dan lain sebagainya ).
4. Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil (sub pokok bahasan, sub topik, dan sebagainya).
5. Menyajikan materi pelajaran.
6. Memberikan stimulus yang mungkin berupa: pertanyaan (lisan atau tertulis): tes , latihan, tugas-tugas.
7. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan.
8. Memberikan penguatan/reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan negatif).
9. Memberikan stimulus baru.
10. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan (mengevaluasi hasil belajar),
Memberikan penguatan.

2. Kognitifistik
Psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada dari luar dirinya , melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengalaman itu manusia mampu memberikan respons terhadap stimulus. Berdasarkan pandangan itu, teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berfikir, yakni proses pengelolaan informasi
Aplikasi Teori Perkembangan Piaget sangat mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar, dengan mengaktifkan pembelajar maka proses asimilasi/akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Sedangkan aplikasi Teori Kognitif Bruner sangat membebaskan siswa untuk belajar sendiri. Karena itulah teori Bruner ini dianggap sangat cenderung bersifat discovery (belajar dengan cara menemukan).
Aplikasi teori Bermakna Ausubel ialah menuntut pembelajar belajar secara deduktif (dari umum ke khusus). Bruner lebih mementingkan struktur disiplin ilmu, Ausubel lebih menekankan pada aspek struktur kognitif mahasiswa.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah:
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
3. Humanistik
Aplikasi teori belajar humanistik dalam prakteknya cenderung mendorong mahasiswa untuk berpikir induktif (dari contoh ke konsep, dari konkrit ke abstrak, dari khusus ke umum, dan sebagainya). Teori ini mementingkan faktor pengalaman (keterlibatan aktif) mahasiswa di dalam proses belajar.
Prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawabterhadapprosesbelajaritu.
h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam danlestari.
i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yangbersifatnegatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah:
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas,jujurdanpositif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atasinisiatifsendiri
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yangditunjukkan.
5. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
6. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa


4. Sibernetik
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Hanya saja sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa lebih dipentingkan. Hal lain yang berkaitan dengan teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajar yang ideal untuk segala situasi dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi akan dipelajari seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Aplikasi teori belajar sibernetik dalam pembelajaran ialah:
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional.
2. Menentukan metode pelajaran.
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi tersebut.
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi itu (apakah algoritmik ataukah heuristik).
6. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
7. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai denganurutanmateripelajaran.

5. Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai   “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Psikologi Gestalt ini terkenal juga sebagai teori medan (field) atau lazim disebut cognitive field theory. Kelompok pemikiran ini sependapat pada suatu hal yakni suatu prinsip dasar bahwa pengalaman manusia memiliki kekayaan medan yang memuat fenomena keseluruhan lebuh dari pada bagian- bagiannya. Keseluruhan ini memberikan beberapa prinsip belajar yang penting, antaralain:
1. Manusia bereaksi dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional,sosial dan sebagainya
2. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
3. Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
4. Belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi ynag lebih luas.
5. Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
6. Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi membei dorongan yang mengerakan seluruh organisme.
7. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
8. Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.     Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b.     Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan  dalam proses pembelajaran.
c.      Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai.
d.     Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e.     Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain.  Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek  dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.

6. Konstruktivistik.
Teori belajar kontruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri. Pengetahuan ada dalam diri seseorang. Si pelajar dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas. Kontruktivistik menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam , pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa.
Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya , meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya . Suatu pengetahuan diangap benar bila pengetahuan itu berguna menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing – masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus – menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya. Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajarmengajaradalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendir.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif mengontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsepi lmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5. Menghadapi masalahyang relevan dengan siswa.
6. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7. Mencari dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut:
Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa.
Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.
Ketiga, orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topic yang akan dibahas.
Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.
Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan dapat melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal.
Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris.
Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran..

7. Multiple Intellegence
Pada tahun 1983 Howard Gardner dalam bukunya The Theory of Multiple Intelegence, mengusulkan tujuh macam komponen kecerdasan, yang disebutnya dengan Multiple Intellegence (Intelegensi Ganda). Intelegensi ganda meliputi: (1) kecerdasan linguistic-verbal dan (2) kecerdasan logiko-matematik yang sudah dikenal sebelumnya, ia menambahkan dengan komponen kecerdasan lainnya yaitu (3) kecerdasan spasial-visual, (4) kecerdasan ritmik-musik, (5) kecerdasan kinestetik, (6) kecerdasan interpersonal, (7) kecerdasan intrapersonal. Sekarang tujuh kecerdasan tersebut di atas sudah bertambah lagi dengan satu komponen kecerdasan yang lain, yaitu (8) kecerdasan naturalis.
Pokok-pokok pikiran Gardner (1993) dalam Budiningsih (2005: 113) adalah: (1) manusia mempunyai kemampuan meningkatkan dan memperkuat kecerdasannya; (2) kecerdasan merupakan realitas majemuk yang muncul di bagian-bagian yang berbeda pada sistem otak dan pikiran manusia; (3) kecerdasan selain dapat berubah, dapat pula diajarkan kepada orang lain; (4) pada tingkat tertentu, kecerdasan ini merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Aplikasi teori multiple intellegence dalam pembelajaran (a) pada hakikatnya setiap anak didik tidak hanya memiliki satu kecerdasan, melainkan kecerdasan ganda, (b) dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, guru harus menempatkan anak didik sesuai dengan perbedaan individualnya, antara lain perbedaan dalam kecerdasannya, (c) satu-satunya sumbangan paling penting dari pendidikan adalah membantu anak didik untuk menemukan bidang yang paling cocok dengan bakatnya, yang akan membuatnya puas dan kompeten.
8. Quantum Learning
Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Quantum Learning berakar dari upaya Dr. George Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai “suggestology” atau “suggestopedia”. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif dan negatif.
Quantum Learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar dan NLP dengan teori, keyakinan dan metode sendiri. Termasuk di antaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain, sepeti:
1. Teori otak kanan/otak kiri
2. Teori otak triune (3 in 1)
3. Pilihan modalitas (visual, auditorial, kinestetik)
4. Teori kecerdasan ganda
5. Pendidikan holistic (menyeluruh)
6. Belajar berdasarkan pengalaman
7. Belajar dengan simbol (metaphorik learning)
8. Simulasi/permainan.
Jadi dapat disintesiskan Quantum Learning adalah gabungan kegiatan yang seimbang antara bekerja dan bermain, dengan kecepatan yang mengesankan dan dibarengi dengan kegiatan yang menggembirakan. Serta efektif digunakan oleh semua umur.
Aplikasi Quantum Learning dalm pembelajaran :
1. Penemuan AMBAK (Akronim dari “apa manfaatnya bagiku”).
2. Pemberian pujian positif.
3. Penggunaan tempat yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar.
4. Pencarian cara belajar diri dengan gaya belajar siswa sendiri.
5. Penggunaan Peta Pikiran (mind map).
6. Perayaan Keberhasilan.

9. Progresivisme.
Progresivisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata”, dan juga pengalaman teman sebaya. Teori Dewey tentang sekolah adalah “Progresivisme” yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya dari pada mata pelajaran itu sendiri. Maka munculah “child centered curriculum” dan “child centered school”.
Pandangan mengenai belajar, filsafat progresivisme mempunyai konsep bahwa anak didik mempunyai akal dan kecerdasan sebagai potensi yang merupakan suatu kelebihan dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. Kelebihan anak didik memiliki potensi akal dan kecerdasan dengan sifat kreatif dan dinamis, anak didik mempunyai bekal untuk menghadapi dan memecahkan problema-problemanya.
Prinsip-prinsip pendidikan dalam Progresivisme :
1. Proses pendidikan berawal dan berakhir pada anak.
2. Subjek didik adalah aktif, bukan pasif.
3. Peran guru adalah sebagai penasihat, pembimbing, dan pemandu, daripada sebagai rujukan otoriter dan pengarah ruang kelas.
4. Sekolah adalah dunia kecil (miniatur) masyarakat besar.
5. Aktifitas ruang kelas memfokuskan pada pemecahan masalah daripada metode-metode artifisial (buatan) untuk pengajaran metode kajian.
6. Atmosfir sosial sekolah harus kooperatif dan demokratis.
Progressivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri. Aliran Progressivisme mengakui dan berusaha mengembangakan asas Progressivisme dalam semua realitas, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Berhubungan dengan itu progressivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang.

10. Teori Belajar Revolusi-Sosio-Kultural
Timbul keprihatinan terhadap perubahan kehidupan masyarakat dewasa ini dengan maraknya berbagai problem sosial seperti ancaman disintegrasi yang disebabkan oleh fanatisme dan primordialisme, dan di lain pihak adanya tuntutan pluralisme. Perubahan struktur dan lunturnya nilai-nilai kekeluargaan, serta merebaknya kejahatan yang disebabkan oleh lemahnya social capital (modal sosial) mendorong mereka yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk mengkaji ulang paradigma pendidikan dan pembelajaran yang menjadi acuan selama ini. Tentu saja pendidikan bukan satu-satunya lembaga yang harus bertanggung jawab untuk mengatasi semua masalah tersebut. Namun pendidikan mempunyai kontribusi besar dalam upaya mengatasi berbagai persoalan sosial.
Aliran behavioristik yang banyak digunakan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran selama ini kurang dapat menjawab masalah-masalah sosial. Pendekatan ini banyak dianut dalam praktik ¬praktik pendidikan dan pembelajaran mulai dari pendidikan tingkat yang paling dini hingga pendidikan tinggi, namun ternyata tidak mampu menjawab masalah-masalah dan tuntutan kehidupan global. Hasil pendidikan tidak mampu menumbuhkembangkan anak-anak untuk lebih menghargai perbedaan dalam konteks sosial budaya yang beragam. Mereka kurang mampu berprkir kreatif, kritis dan produktif, tidak mampu mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan berkolaborasi, serta pengelolaan diri.
Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian berkembang ke dalam aliran konstruktivistik juga masih dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kotraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih mencerminkan ideologi individualisme dan gaya belajar sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya Barat. Pendekatan ini kurang sesuai dengan tuntutan revolusi¬sosiokultural yang berkembang akhir-akhir ini.
Pandangan yang dianggap lebih mampu mengakomodasi tuntutan sociocultural-revolution adalah teori belajar yang dikembangkan oleh Vygotsky. Dikemukakan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang terutama berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan sekedar dari individu itu sendiri. Teori Vygotsky sebenamya lebih tepat disebut sebagai pendekatan ko-konstruktivisme.
Konsep-konsep penting dalam teorinya yaitu genetic law of development, zona of proximal development, dan mediasi, mampu membuktikan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer sedangkan dimensi individual bersifat sekunder.
Berdasarkan teori Vygotsky maka dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang. Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan (helps cognitive scaffolding) yang dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Bantuan dapat dalam bentuk contoh, pedoman, bimbingan orang lain atau teman yang lebih kompeten. Bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif-kolaboratif serta belajar kontekstual sangat tepat digunakan. Sedangkan anak yang telah mampu belajar sendiri perlu ditingkatkan tuntutannya, sehingga tidak perlu menunggu anak yang berada dibawahnya.
REFERENSI
http://rahmat-saripudin.blogspot.com
http://mirnaferdiyawati-uin-bi-2b.blogspot.com
http://edu-articles.com
http://ananggayam.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar